Konsep ABK dan Pendidikan Kebutuhan Khusus
Lizza Suzanti, S.Pd., M.Si.
- Istilah anak berkebutuhan khusus oleh sebagian orang dianggap sebagai padanan kata dari istilah anak berkelainan atau anak penyandang cacat.
- Anggapan seperti ini tentu saja tidak tepat, sebab pengertian anak berkebutuhan khusus mengandung makna yang lebih luas, yaitu anak-anak yang memiliki hambatan perkembangan dan hambatan belajar (termasuk di dalamnya anak-anak penyandang cacat).
- Mereka memerlukan layanan yang bersifat khusus dalam pendidikan, agar hambatan belajarnya dapat dihilangkan sehingga kebutuhannya dapat dipenuhi.
Pengertian ABK
- Istilah anak berkebutuhan khusus memiliki cakupan yang sangat luas. Dalam paradigma pendidikan, kebutuhan khusus keberagaman anak sangat dihargai. Setiap anak memiliki latar belakang kehidupan budaya dan perkembangan yang berbeda- beda, dan oleh karena itu setiap anak dimungkinkan akan memiliki kebutuhan khusus serta hambatan belajar yang berbeda beda pula, sehingga setiap anak sesungguhnya memerlukan layanan pendidikan yang disesuiakan sejalan dengan hambatan belajar dan kebutuhan masing-masing anak.
- Anak berkebutuhan khusus dapat diartikan sebagai seorang anak yang memerlukan pendidikan yang disesuikan dengan hambatan belajar dan kebutuhan masing-masing anak secara individual.
- ABK adalah mereka yang memiliki kebutuhan khusus sehingga membutuhkan pelayanan pendidikan yang lebih intens. – Kebutuhan mungkin disebabkan oleh kelainan atau memang bawaan dari lahir atau karena masalah tekanan ekonomi, politik, sosial, emosi, dan perilaku yang menyimpang.
- Disebut kebutuhan khusus karena anak tersebut memiliki kelainan dan keberbedaan dengan anak normal pada umumnya.
- Dalam memahami pengertian Anak Berkebutuhan Khusus, ada beberapa istilah yang dijumpai yaitu kelainan, kecacatan, dan hambatan.
- Kelainan adalah ketidaknormalan fungsi sistem organ, biasanya mengacu pada keadaan medis/organik, misalnya keterbatasan jarak pandang (myopic ), gangguan jantung, cerebral palsy (gangguan pada syaraf otak sehingga otot layu), gangguan pendengaran dan sebagainya.
- Kecacatan adalah merupakan konsekuensi fungsional dari kelainan yang dimiliki.
- Seorang anak yang mempunyai spinabifida (punggung dengan keadaan bengkok/bungkuk), sehingga tidak dapat berjalan tanpa tongkat penopang, berarti anak ini memiliki kecacatan. Namun, anak yang memiliki jarak pandang yang diberikan kacamata sehingga dapat melihat dengan baik lagi, maka anak tersebut memiliki kelainan tapi bukan kecacatan.
- Hambatan adalah konsekuensi sosial atau lingkungan akibat kecacatan. Banyak orang dengan kecacatan tidak harus merasa mempunyai hambatan. Masyarakat yang justru sering membuat hambatan bagi mereka, misalnya karena penolakan, diskriminasi, prasangka serta berbagai akses fisik yang membatasi mereka untuk membuat keputusan dan melakukan pilihan yang mempengaruhi hidupnya.
- Contoh jika anak yang berkursi roda tidak dapat memasuki komunitas sekolah, dia memiliki hambatan dalam memanfaatkan sarana sekolah. Ketika sekolah dapat diakses oleh pengguna kursi roda, maka hambatan ini hilang.
Klasifikasi ABK
Anak Berkebutuhan Khusus Bersifat
Sementra (Temporer) dan Anak
Berkebutuhan Khusus yang Bersifat Menetap (Permanen):
Anak Berkebutuhan Khusus Bersifat
Sementra (Temporer):
- Anak yang mengalami hambatan belajar dan hambatan perkembangan disebabkan oleh faktor-faktor eksternal.
- Misal anak yang yang mengalami gangguan emosi karena trauma akibat diperkosa sehingga anak ini tidak dapat belajar. Pengalaman traumatis seperti itu bersifat sementara tetapi apabila anak ini tidak memperoleh intervensi yang tepat boleh jadi akan menjadi permanent. Anak seperti ini memerlukan layanan pendidikan kebutuhan khusus, yaitu pendidikan yang disesuikan dengan hambatan yang dialaminya tetapi anak ini tidak perlu dilayani di sekolah khusus.
- Anak berkebutuhan khusus temporer/sementra (temporary special needs) adalah (1) anak mengalami kesulitan dalam menyesuaikan diri akibat sering menerima kekerasan dalam rumah tangga, (2) mengalami kesulitan konsentrasi karena sering diperlakukan kasar oleh orang tuanya, (3) mengalami kesulitan kumulatif dalam membaca dan berhitung akibat kekeliruan guru dalam mengajar atau (4) anak- anak yang mengalami trauma akibat dari bencana alam yang mereka alami.
- Contoh lain, anak baru masuk Kls I Sekolah Dasar yang mengalami kehidupan dua bahasa. Di rumah anak berkomunikasi dalam bahasa ibunya (contoh bahasa: Sunda, Jawa, Bali atau Madura dsb), akan tetapi ketika belajar di sekolah terutama ketika belajar membaca permulaan, mengunakan bahasa Indonesia. Kondisi seperti ini dapat menyebabkan munculnya kesulitan dalam belajar membaca permulaan dalam bahasa Indonesia. Anak seperti ini pun dapat dikategorikan sebagai anak berkebutuhan khusus sementra (temporer), dan oleh karena itu ia memerlukan layanan pendidikan yang disesuikan (pendidikan kebutuhan khusus). Apabila hambatan belajar membaca seeperti itu tidak mendapatkan intervensi yang tepat boleh jadi anak ini akan menjadi anak berkebutuhan khusus permanent.
- Anak-anak yang mengalami hambatan belajar dan hambatan perkembangan yang bersifat internal dan akibat langsung dari kondisi kecacatan, yaitu seperti anak yang kehilangan fungsi penglihatan, pendengaran, gangguan perkembangan kecerdasan dan kognisi, gangguan gerak (motorik), gangguan iteraksi-komunikasi, gangguan emosi, sosial dan tingkah laku.
- Dengan kata lain anak berkebutuhan khusus yang bersifat permanen sama artinya dengan anak penyandang kecacatan.
Anak berkebutuhan khusus vs Anak luar biasa/berkelainan
- Pandangan konsep ABK ( children with special needs ) memiliki makna yang lebih luas dari konsep anak luar biasa ( exceptional c hildren ).
- Konsep dan pemahaman terhadap pendidikan anak penyandang cacat terus berkembang sejalan dengan dinamika kehidupan masyarakat. Pemikiran yang berkembang saat ini, melihat persoalan pendidikan anak penyandang cacat dari sudut pandang yang lebih bersifat humanis, holistik, perbedaan individu dan kebutuhan anak menjadi pusat perhatian.
- Dengan demikian layanan pendidikan tidak lagi didasarkan atas label kecacatan dan atau ketidakmampuan anak, akan tetapi didasarkan pada hambatan belajar yang dialami dan kebutuhan setiap individu anak untuk dapat mencapai perkembangan optimal.
- Layanan pendidikan anak berkebutuhan khusus tidak harus di sekolah khusus, tetapi bisa dilayani di sekolah regular (sekolah Inklusif) terdekat dimana anak itu berada.
- Cara berpikir seperti ini dilandasi oleh konsep s pecial needs education , yang antara lain melatarbelakangi munculnya gagasan pendidikan inklusif (UNESCO, 1994).
- Dalam konsep special needs education , sangat dihindari penggunaan label kecacatan, akan tetapi lebih menonjolkan anak sebagai individu yang memiliki kebutuhan yang berbeda-beda.
- Sejalan dengan perubahan cara berpikir tersebut, maka Anak Luar Biasa ( Exceptional Children ) tidak lagi dipandang dari kategori kecacatannya akan tetapi harus dilihat dari hambatan belajar yang dialami dan kebutuhan-kebutuhan akan layanan pendidikannya. Oleh karena itu anak luar biasa menjadi bagian dari Anak Berkebutuhan Khusus ( Children with Special Needs ). Dengan kata lain Anak berkebutuhan khusus bukan pengganti istilah anak luar biasa.
ABK
- Tunanetra yaitu anak yang mengalami gangguan penglihatan
- Tunarungu yaitu anak yang mengalami gangguan pendengaran
- Tunadaksa yaitu anak yang mengalami kelainan angota tubuh/gerakan
- Anak berbakat yaitu anak yang memiliki kemampuan dan kecerdasan luar biasa (di atas normal)
- Anak tunagrahita yaitu anak yang mengalami retardasi mental
- Anak lamban belajar yaitu anak yang memiliki potensi intelektual sedikit di bawah normal
- Anak yang mengalami kesulitan belajar spesifik terutama baca tulis
- Anak yang mengalami gangguan komunikasi ; kelainan suara, artikulasi (pengucapan), atau kelancaran bicara.
- Tunalaras/anak yang mengalami gangguan emosi dan perilaku.
Pendidikan Kebutuhan Khusus vs Pendidikan Luar Biasa
Paradigma Pendidikan Khusus/PLB
(Special Education):
- Sejarah menunjukkan bahwa individu yang keadaannya berbeda dari kebanyakan indivividu pada umumnya (menyandang kecacatan), kehadirannya ditolak oleh masyarakat.
- Hal ini disebabkan oleh adanya anggapan anggota kelompok yang terlalu lemah (penyandang cacat) tidak mungkin dapat berkontribusi terhadap kelompoknya. Mereka yang berbeda karena menyandang kecacatan disingkirkan, tidak mendapatkan kasih sayang dan kontak sosial yang bermakna, keberadaan penyandang cacat tidak diakui oleh masyarakatnya.
- Ketidaktahuan orang tua dan masyarakat mengenai hakekat dan penyebab kecacatan menimbulkan rasa takut dan perasaan bersalah, sehingga berkembang macam- macam kepercayaan dan tahayul.
- Misalnya seorang ibu yang melahirkan anak penyandang cacat merupakan hukuman baginya atas dosa-dosa nenek moyangnya. Oleh sebab itu di masa lalu, anak-anak penyandang cacat sering disembunyikan oleh orang tuanya, sebab memiliki anak penyandang cacat merupakan aib keluarga.
- Peradaban manusia terus berkembang, pemahaman dan pengetahuan barus mengajarkan kepada manusia bahwa setiap orang memiliki hak yang sama untuk hidup. Pandangan seperti inilah yang berhasil menyelamatkan kehidupan anak-anak penyandang cacat.
- Menyelamatkan hidup anak-anak penyandang cacat menjadi penting karena dipandang sebagai simbol dari sebuah peradaban yang lebih maju dari sari suatu bangsa, meskipun anak-anak penyandang cacat memerlukan perhatian ekstra.
- Pandangan orang tua dan masyarakat yang menganggap bahwa memelihara dan membesarkan anak merupakan investasi agar kelak anak dapat membalas jasa orang tuanya menjadi tidak dominan.
- Anak penyandang cacat mulai diakui keberadaannya, dan oleh sebab itu mulai berdiri sekolah-sekolah khusus, rumah-rumah perawatan, dan panti sosial yang secara khusus mendidik dan merawat anak penyandang cacat.
- Mereka yang menyandang kecacatan dipandang memiliki karakteristik yang bebeda dari orang kebanyakan, sehingga dalam pendidikannya mereka memerlukan pendekatan dan metode khusus sesuai dengan karakteristiknya.
- Oleh sebab itu pendidikan anak-anak penyandang cacat harus dipisahkan (di sekolah khusus) dari pendidikan anak-anak lainnya. Konsep pendidikan seperti inilah yang disebut dengan Special Education (di Indonesia diterjemahkan menjadi Pendidikan Luar Biasa atau Pendidikan Khusus), yang melahirkan sistem sekolah segregasi (Sekolah Luar Biasa).
- Di dalam konsep special education (PLB/Pendidikan Khusus) dan dalam sistem pendidikan segregasi, anak penyandang cacat dilihat dari aspek karakteristik kecacatannya (labeling), sebagai dasar dalam memberikan layanan pendidikan, sehingga setiap kecacatan harus diberikan layanan pendidikan yang khusus yang berbeda dari kecacatan lainnya (dalam prakteknya terdapat sekolah khusus/ Sekolah Luar Biasa untuk anak tunanetra, tunarungu, tunagrahita, dan tunadaksa).
- Layanan yang terpisah dari pendidikan biasa. pendidikan seperti ini disebut dengan sistem pendidikan segregasi. Oleh karena itu terdapat dikotomi antara pendidikan khusus/Pendidikan Luar Biasa/ Sekolah Luar Biasa dengan pendidikan biasa/sekolah biasa, dianggap dua hal yang sama sekali berbeda. Dengan kata lain fokus utama dari Special Education/ PLB adalah label kecacatan bukan anak sebagai indvidu yang unik.
- Dalam paradigma pendidikan khusus/PLB (special education) melahirkan layanan pendidikan yang bersifat segregasi dan layanan pendidikan integrasi.
- Layanan pendidikan segregasi yaitu layanan pendidikan yang diberikan pada satu jenis kecacatan tertentu dalam bentuk sekolah khusus seperti sekolah khusus untuk anak tunanetra, sekolah khusus untuk anak tunarungu, dst.
- Sementara itu, layanan pendidikan yang dianggap lebih maju yaitu anak-anak yang menyandang kecacatan layanan pendidikannya di satukan dengan anak bukan penyandang cacat di sekolah biasa, dengan syarat anak-anak penyandang cacat dapat diterima di sekolah biasa apabila dapat mengikuti ketentuan yang beralaku bagi anak-anak bukan penyandang cacat.
Paradigma Pendidikan Kebutuhan
Khusus (Special Needs Education):
- Dalam konsep pendidikan kebutuhan khusus semua anak termasuk anak penyandang cacat dipandang sebagai individu yang unik. Setiap individu anak memiliki perbedaan dalam perkembangan dan memiliki kebutuhan khusus yang berbeda pula. Anak-anak penyandang cacat memiliki hambatan perkembangan dan hambatan belajar akibat dari kecacatan yang dimilinya.
- Oleh karena itu fokus utama dari pendidikan kebutuhan khusus adalah hambatan belajar dan kebutuhan anak secara individual. Pendidikan kebutuhan khusus (special needs education) memandang anak termasuk anak penyandang cacat sebagai individu yang khas dan utuh, keragaman dan perbedaan individu sangat dihormati.
- Konsep pendidikan kebutuhan khusus (special needs education) melihat kebutuhan anak dari spektrum yang sangat luas, yaitu bahwa setiap anak memiliki kebutuhan yang bersifat khusus (temporer maupun permanen).
- Anak berkebutuhan khusus baik yang bersifat temporer maupun yang bersifat permanen memerlukan layanan pendidikan yang disesuaikan dengan hamabatan belajar dan kebutuhan-kebutuhannya. Bidang studi yang membahas tentang penyesuaian pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus adalah pendidikan kebutuhan khusus (Special Needs Education).
- Oleh sebab itu cakupan wilayah pendidikan kebutuhan khusus menjadi sangat luas karena tidak dianalogikan dengan lokasi atau tempat layanan yang bersifat khusus (sekolah khusus/sekolah luar biasa seperti pada konsep pendidikn khusus/PLB (special education), tetapi lebih bersifat fungsional yaitu layanan pendidikan bagi semua anak yang membutuhkan layanan khusus akan pendidikan (special educational needs) di manapun mereka berada baik di sekolah biasa, di sekolah khusus, di rumah (home schooling), di rumah sakit (bagi anak yang rawat inap sangat lama dan meningalkan sekolah), maupun mungkin di lembaga-lembaga perawatan anak.
- Diagnosis seperti yang dilakukan pada masa lalu menyebabkan anak-anak diberi label ketunaan yang mengakibatkan gurunya memfokuskan aktivitas layanan pendidikan pada keterbatasan yang disebabkan oleh kecacatanya.
- Ini mengakibatkan guru tidak menyadari potensi yang ada pada diri anak. Pemberian label dan layanan pendidikan yang terlalu dispesialisasikan menyebabkan banyak guru khusus kehilangan pemahaman yang holistik tentang anak dan tidak menggunakan pendekatan holistik dalam pembelajaran. Ini mengakibatkan timbulnya anemia pendidikan dan menghambat pengayaan.
- Pendidikan kebutuhan khusus (special needs education) adalah disiplin ilmu yang membahas tentang layanan pendidikan yang disesuaikan bagi semua anak yang mengalami hambatan belajar dan hambatan pekembangan akibat dari kebutuhan khusus tertertu baik yang bersifat temporer maupun yang besifat permanen.
- Sementara itu istilah kebutuhan khusus akan pendidikan (special educational needs) adalah kebutuhan, hambatan belajar dan hambatan perkembangan yang dialami oleh seorang anak secara individual.
Pergerakan dari Pendidikan Khusus/PLB ke Pendidikan Kebutuhan Khusus
- Paradigma Pendidikan Kebutuhan Khusus (Special Needs Education
- Paradigma pendidikan kebutuhan khusus melihat individu anak dari sudut pandang yang lebih holistik yaitu melihat anak dari kebutuhan, hambatan belajar dan hambatan perkembangannya secara individual bukan dari label kecacatan yang dialami.
- Konsekuensi dari cara pandang ini melahirkan gagasan bahwa anak-anak penyandang cacat seharusnya dilayani pendidikannya bersama-sama dengan pada umumnya di sekolah biasa yang terdekat dengan tempat tinggalnya. Layanan pendididikan seperti dinamakan pendidikan inklusif yang bersifat responsif dan disesuaikan.
Kepustakaan
0 comments
Berkomentarlah dengan Bahasa yang Relevan dan Sopan.. #ThinkHIGH! ^_^